Karakteristik Hukum
Acara Di PTUN.
Secara
sederhana Hukum Acara diartikan sebagai Hukum Formil yang bertujuan untuk
mempertahankan Hukum Materil. Hal-hal yang telah dijelaskan pada bagian
sebelumnya di atas, merupakan ketentuan-ketentuan tentang Hukum Materil di
Peratun. Sementara itu mengenai Hukum Formilnya juga diatur dalam UU No. 5
tahun 1986 Jo. UU No. 9 Tahun 2004, mulai dari Pasal 53 s/d Pasal 132.
Penggabungan
antara Hukum Materil dan Hukum Formil ini merupakan karakteristik tersendiri
yang membedakan Peradilan TUN dengan Peradilan lainnya. Untuk mengantarkan pada
pembahasan tentang Hukum Acara di Peratun ini, terlebih dahulu akan diuraikan
hal-hal yang merupakan ciri atau karakteristik Hukum Acara Peratun sebagai
pembeda dengan Peradilan lainnya, khususnya Peradilan Umum (Perdata), sebagai
berikut :
- Adanya Tenggang Waktu mengajukan gugatan (Pasal 55).
- Terbatasnya tuntutan yang dapat diajukan dalam petitum gugatan Penggugat (Pasal 53).
- Adanya Proses Dismissal (Rapat Permusyawaratan) oleh Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) (Pasal 62).
- Dilakukannya Pemeriksaan Persiapan sebelum diperiksa di persidangan yang terbuka untuk umum (Pasal 63).
- Peranan Hakim TUN yang aktif (dominus litis) untuk mencari kebenaran materil (Pasal 63, 80, 85,95 dan 103).
- Kedudukan yang tidak seimbang antara Penggugat dengan Tergugat, oleh karenanya “konpensasi” perlu diberikan karena kedudukan Penggugat diasumsikan dalam posisi yang lebih lemah dibandingkn dengan Tergugat selaku pemegang kekuasaan publik.
- Sistem pembuktian yang mengarah pada pembuktian bebas yang terbatas (Pasal 107).
- Gugatan di pengadilan tidak mutlak menunda pelaksanaan Keputusan TUN yang digugat (Pasal 67).
- Putusan Hakim yang tidak boleh bersifat ultra petita yaitu melebihi apa yang dituntut dalam gugatan Penggugat, akan tetapi dimungkinkan adanya reformatio in peius (membawa Penggugat pada keadaan yang lebih buruk) sepanjang diatur dalam perundang-undangan.
- Putusan hakim TUN yang bersifat erga omnes, artinya putusan tersebut tidak hanya berlaku bagi para pihak yang bersengketa, akan tetapi berlaku juga bagi pihak-pihak lainnya yang terkait.
- Berlakunya azas audi et alteram partem, yaitu para pihak yang terlibat dalam sengketa harus didengar penjelasannya sebelum hakim menjatuhkan putusan.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar